Ladansan memilih beragama. Apa itu?
Landasan
beragama seseorang adalah aqidah dan aqidah itu sangat erat kaitannya dengan
Tauhid. Apa ya tauhid itu? Tauhid ialah meyakini keesaan Allah, ikhlas
beribadah kepadanya, serta menetapkan dan mengimani sifat-sifat-Nya dan
nama-nama-Nya. Tauhid sendiri ada 3 macamnya, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid
Uluhiyah, dan Tauhid Asma’ Wa Shifat….
Tauhid Rububiyah ialah mengesakan Allah
subhanahu wa ta’ala dan meyakini bahwa Dialah yang menciptakan segenap makhluk.
Allah berfirman:
“Allah menciptakan segala sesuatu….”(Az-Zumar:62)
Bahwasannya
Allah-lah yang memberikan rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lain,
Dia-lah Penguasa Alam Semesta dan Pengaturnya, Dia yang memuliakan dan
menghinakan, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Pengatur siang dan malam, dan
Dia-lah Yang Menghidupkan dan Mematikan.
Tiada sekutu atau pembantu baik dalam
kekuasaan-Nya maupun dalam penciptaan dan pemberian rizki. Allah berfirman:
“Inilah ciptaan Allah, maka
perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sesembahan-sesembahan(mu)
selain Allah.”(Luqman:11)
Allah sendiri menyatakan keesaan-Nya
dalam Al-Qur’an:
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam”(Al-Fatihah:2)
Sebenarnya, Tauhid rububiyah sudah
dimiliki oleh setiap makhluk. Bahkan orang-orang musyrik mengakui akan adanya
Tauhid Rububiyah ini, namun mereka mengingkarinya. Padahal hati setiap manusia
sudah memiliki fitrah pengakuan akan keesaan Allah ta’ala.
Allah berfirman:
Katakanlah: “Siapakah yang Empunya langit
yang tujuh dan yang Empunya ‘Arsy yang besar?” mereka akan menjawab: “Kepunyaan
Allah.” Katakanlah: “Maka Apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah: “Siapakah
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”
mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka
dari jalan manakah kamu ditipu?”(Al-Mu’minuun:86-89)
“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’
mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi. (kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)’”(Al-A’raf:172)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallan
bersabda:
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahuid, Nasrani, atau
Majusi.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
“Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam
keadaan lurus bersih, maka setanlah yang memalingkan mereka.”(HR. Muslim dan
Ahmad)
Jadi, dalam
Tauhid Rububiyah ini, kita diharuskan untuk ikhlas menerima dan meyakini bahwa
Allah-lah Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar. Maka selain itu, yakni
meyakini adanya tuhan-tuhan yang lain adalah pebuatan syirik. Barangsiapa yang
syirik (mempersekutukan Allah) dalam Tauhidnya maka dia akan jatuh ke jurang
kesesatan dan perpecahan.
Telah banyak
contoh-contoh syirik yang ada di dunia ini. Mulai dari zaman dahulu kala sampai
kepada zaman modern yang serba canggih bin mutakhir sekarang ini. Banyak yang
menyembah pohon-pohon atau batu-batu besar, planet-planet, bintang-bintang,
matahari, bulan, serta berhala-berhala. Itu semua karena mereka membayangkan
bahwa benda-benda tersebut memiliki sifat-sifat rububiyah Allah atau yakin
bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan untuk menciptakan dan menjaga alam
semesta dan sebagai. Atau ada pula yang menjadikannya sebagai perantara agar
lebih dekat kepada Allah.
“dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya’”(Az-Zumar:3)
Allah menyanggah pernyataan mereka. Allah
berfirman:
PENGERTIAN AQIDAH
Mungkin
teman-teman yang bersekolah di sekolah Islam atau paling tidak di Madrasah
Aliyah pasti tidak pusing lagi dengan yang namanya aqidah. Tapi, bagaimana yang
sekolahnya di sekolah umum, mungkin belum tahu ya apa itu aqidah. Padahal
aqidah itu penting banget buat hidup kita. Karena aqidah itu menyangkut
keyakinan kita sebagai seorang Muslim.
Secara etimologi
atau bahasa, kata عقيد ة berasal dari
عقد-يعقد-عقيدة yang berarti mengikat. Aqidah merupakan
perbuatan hati, yakni kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Secara syara’
Aqidah berarti : Iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para
RasulNya, dan kepada hari Kiamat serta kepada qadar yang baik maupun yang
buruk.
Nah, syari’at itu ada dua: I’tiqadiyah
dan amaliyah
Kalau
I’tiqadiyah itu adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal,
hanya berhubungan dengan kepercayaan, misalnya I’tiqad terhadap
rububiyah/ketuhanan Allah, kewajiban beribadah kepadaNya, dan rukun iman yang
lain. Ini disebut ashliyah (pokok agama).
Sedangkan
amaliyah adalah segala yang berhubungan dengan tata cara amal ibadah, seperti
shalat, zakat, puasa, dsb. Ini disebut far’iyah (cabang agama). Amaliyah
dibangun di atas I’tiqadiyah. Benar atau rusaknya amaliyah bergantung pada
benar atau rusaknya I’tiqadiyah.
Aqidah itu adalah dasar kita dalam beragama
Islam ini. Segala amal yang kita kerjakan tidak akan diterima andaikan masih
ada syirik di dalamnya. Apa itu syirik? Itu adalah mempersekutukan Allah dalam
beribadah. Contoh nyata misalnya menyembah berhala atau minta doa sama orang
mati. Maka dari itu, hal pertama yang dilakukan oleh para Rasul ialah
meluruskan Aqidah umatnya, termasuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Firman Allah ta’ala:
“ Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu
kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang
bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan
di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar..”(Az-Zumar:2-3)
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu’…”(An-Nahl:36)
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang
ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman dalam surat Az Zumar ; 39.
Artinya : “Dan Carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada
orang lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”(QS Az Zumar : 39)
Jual beli dalam
bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al
Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum
Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar
saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua
pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az
Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)
1. Hukum Jual Beli
Orang yang
terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam
jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun
pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan
sepanjang suka sama suka. Allah berfirman.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS
An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan
sebagai berikut.
ﺇﻨﻤﺎ
ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu
hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ
ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
Artinya : “ Dua orang jual beli boleh
memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak, selama keduanya belum
berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis
tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan
tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si
pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila
akad (kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran,
kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad,
keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.
2. Rukun dan syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada
tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam
keadaan sehat akalnya
Orang gila tidak
sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan kehendak
sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya.
Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah
perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya menjual mobil
ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban
dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan harga 25 juta
rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar
terlebih dulu.
Pernyataan ijab
kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul
adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata.
Contohnya, aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab
kabul jual beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa
kedua belah pihak berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu
diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan
lewat telepon. Jula beli seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu
pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur
penipuan.
c. Benda yang diperjualbelikan
1) Barang yang diperjualbelikan harus
memenuhi sarat sebagai berikut.
2) Suci atau bersih dan halal barangnya
3) Barang yang diperjualbelikan harus
diteliti lebih dulu
4) Barang yang diperjualbelikan tidak
berada dalam proses penawaran dengan orang lain
5) Barang yang diperjualbelikan bukan
hasil monopoli yang merugikan
6) Barang yang diperjualbelikan tidak
boleh ditaksir (spekulasi)
7) Barang yang dijual adalah milik
sendiri atau yang diberi kuasa
8) Barang itu dapat diserahterimakan.
3. Perilaku atau sikap yang harus
dimiliki oleh penjual
a. Berlaku Benar (Lurus)
Berperilaku
benar merupakan ruh keimanan dan ciri utama orang yang beriman. Sebaliknya,
dusta merupakan perilaku orang munafik. Seorang muslim dituntut untuk berlaku
benar, seperti dalam jual beli, baik dari segi promosi barang atau penetapan
harganya. Oleh karena itu, salah satu karakter pedagang yang terpenting dan
diridhai Allah adalah berlaku benar.
Dusta dalam
berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah. “Empat
macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka bersumpah, orang
miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan pemimpin yang zalim.”(HR
Nasai dan Ibnu Hibban)
b. Menepati Amanat
Menepati amanat
merupakan sifat yang sangat terpuji. Yang dimaksud amanat adalah mengembalikan
hak apa saja kepada pemiliknya. Orang yang tidak melaksanakan amanat dalam
islam sangat dicela.
Hal-hal yang
harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau pedagang menjelaskan
ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa
melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan
dirugikan.
c. Jujur
Selain benar dan
memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran merupakan
salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena kejujuran akan
menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Sikap
jujur dalam hal timbangan, ukuran kualitas, dan kuantitas barang yang diperjual
belikan adalah perintah Allah SWT. Firman Allah dalam Al-qur,an
Artinya : Dan (Kami telah mengutus)
kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya
telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang
takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al A’raf : 85)
Sikap jujur
pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan,
baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang
artinya
“Muslim itu adalah saudara muslim, tidak
boleh seorang muslim apabila ia
berdagang dengan saudaranya dan menemukan
cacat, kecuali diterangkannya.”
Lawan sifat
jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan,
kualitas, kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan
cacatnya. Hadis lain meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang
lelaki mengadu kepada rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si
penjual, jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu
diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)
d. Khiar
Khiar artinya
boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli
atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual
beli). Ada tiga macam khiar yaitu sebagai berikut.
1) Khiar Majelis
Khiar majelis adalah
si pembeli dan penjual boleh memilih antara meneruskan akad jual beli atau
mengurungkannya selama keduanya masih tetap ditempat jual beli. Khiar majelis
ini berlaku pada semua macam jual beli.
2) Khiar Syarat
Khiar syarat
adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan jual beli setelah
mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang ditentukan tiba, maka
jual beli harus ditegaskan untuk dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiar syarat
selambat-lambatnya tiga hari
3) Khiar Aib (cacat)
Khiar aib
(cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya, apabila
barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada sebelumnya,
namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli. Hadis nabi Muhammad
SAW. Yang artinya : “Jika dua orang laki-laki mengadakan jual beli, maka
masing-masing boleh melakukan khiar selama mereka belum berpisah dan mereka
masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiar, kemudian mereka sepakat
dengan khiar tersebut, maka jual beli yang demikian itu sah.” (HR Mutafaqun
alaih)
B. Riba
Bagi manusia
yang tidak memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta
(materialisme). Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak
mungkin. Mereka tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat,
apakah dari sumber yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta
yang haram adalah sesuatu yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi
Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a
ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang
pun, kecuali ia memakan harta riba. Kalau ia memakannya secara langsung ia akan
terkena debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar
riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut
istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar
suatu barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu
disyaratkan menerima salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat
terjadi pada hutang piutang, pinjaman, gadai, atau sewa menyewa. Contohnya,
Fauzi meminjam uang sebesar Rp 10.000 pada hari senin. Disepakati dalam setiap
satu hari keterlambatan, Fauzi harus mengembalikan uang tersebut dengan
tambahan 2 %. Jadi hari berikutnya Fauzi harus mengembalikan hutangnya menjadi
Rp 10.200. Kelebihan atau tambahan ini disebut dengan riba.
Allah SWT berfirman Dalam A qur’an
Artinya : Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah : 275)
Allah telah
melarang hamba-Nya untuk memakan riba, Allah juga menjanjikan untuk
melipatgandakan pahala bagi orang yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan
sedekah. Allah SWT berfirman.
Artinya : “Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS Al Baqarah : 276)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah
Supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran : 130)
Hadis nabi
Muhammad SAW yang artinya : “Dari Jabir r.a ia berkata : Rasulullah SAW telah
melaknati orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang
yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang
menyaksikannya, dan (selanjutnya) nabi bersabda, mereka itu semua sama saja.”
(HR Muslim)
Beberapa ayat
dan hadis yang telah disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat membenci
perbuatan riba dan menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari rezeki
hendaknya menempuh cara yang halal.
Ulama fikih membagi riba menjadi empat
bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Riba fadal
Riba fadal yaitu tukar menukar dua buah
barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh
orang yang menukarnya. Contohnya tukar menukar emas dengan emas atau beras
dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Supaya
tukar menukar seperti ini tidak termasuk riba harus memenuhi tiga syarat
sebagai berikut.
ü
Barang
yang ditukarkan harus sama
ü
Timbangan
atau takaran nya harus sama
ü
Serah
terima harus pada saat itu juga
2. Riba nasiah
Riba nasiah
yaitu tukar menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis atau jual
beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang
dilambatkan. Contohnya, salim membeli arloji seharga Rp 500.000. Oleh
penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp 525.000
3. Riba yad
Riba yad yaitu
berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima. Misalnya, orang yang
membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual
dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli
ini dinamakan riba yad
Berikut syarat-syarat jual beli agar
tidak menjadi riba.
a. Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga
syarat, yaitu:
1) serupa timbangan dan banyaknya
2) tunai, dan
3) timbang terima dalam akad (ijab kabul)
sebelum meninggalkan majelis akad.
b. Menjual sesuatu yang berlainan jenis
ada dua syarat, yaitu:
1) tunai dan
2) Timbang terima dalam akad (ijab kabul)
sebelum meninggalkan majelis akad.
Riba diharamkan
oleh semua agama samawi. Adapun sebab diharamkannya karena memiliki bahaya yang
sangat besar antara lain sebagai berikut.
Riba dapat menimbulkan permusuhan antar
pribadi dan mengikis habis semangat kerja sama atau saling menolong sesama
manusia. Padahal, semua agama, terutama Islam menyeru kepada manusia untuk
saling tolong menolong, membenci orang yang mengutamakan kepentingan diri
sendiri atau egois, serta orang yang mengeksploitasi orang lain.
Riba dapat
menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau bekerja keras dan
penimbun harta di tangan satu pihak. Islam menghargai kerja keras dan
menghormati orang yang suka bekerja keras sebagai saran pencarian nafkah.
Riba merupakan salah satu bentuk
penjajahan atau perbudakan dimana satu pihak mengeksploitasi pihak yang lain.
Sifat riba sangat buruk sehingga Islam
menyerukan agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik
jika saudaranya membutuhkan harta.
C. Hukum Islam tentang Kerja sama Ekonomi
(Syirkah)
Saat ini umat Islam Indonesia, demikian
juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya telah menerapkan sistem
perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic
system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan
transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk menerapkan
Islam secara utuh dan total.
1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
a. Dasar Hukum
Landasan hukum dari musyarakah ini antara
lain :
ﻔﻫﻢ
ﺸﺮﻛﺎﺀ ﻓﻲ ﺛﻠﺙ
Artinya : “… maka mereka berserikat pada
sepertiga …” (QS An Nisa : 12)
Bersabda Rasulullah yang artinya : “Dari
Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Allah azza wajalla
berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah
satunya tidak menghianati lainnya.” (HR Abu Daud)
Hadis tersebut menunjukkan kecintaan
Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian atau kerja sama selama
pihak-pihak yang bekerja sama tersebut saling menjunjung tinggi amanat
kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.
Berdasarkan dalil-dalil diatas,
musyarakah (syirkah) dapat diartikan dua orang atau lebih yang bersekutu
(berserikat) dimana uang yang mereka dapatkan dari harta warisan, atau mereka
kumpulkan diantara mereka, kemudian diinvestasikan dalam perdagangan, industri,
atau pertanian dan lain-lain sepanjang sesuai dengan kesepakatan bersama dan
hal tersebut hukumnya boleh.
b. Syarat-syarat musyarakah
Dalam bersyarikah ada 5 syarat ayng harus
dipenuhi yaitu sebagai berikut.
1) Benda (harta dinilai dengan uang)
2) Harta-harta itu sesuai dalam jenis dan
macamnya
3) Harta-harta dicampur
4) Satu sama lain membolehkan untuk
membelanjakan harta itu
5) Untung rugi diterima dengan ukuran
harta masing-masing.
c. Jenis-jenis musyarakah
Ada dua jenis musyarakah yakni musyarakah
pemilikan dan musyarakah akad (kontrak)
1) Musyarakah pemilikan tercipta karena
warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam sebuah
aset nyata dan berbagi pula keuntungan yang dihasilkan oleh aset tersebut.
2) Musyarakah akad tercipta dengan cara
kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal
musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad
terbagi menjadi ‘inan, mufawadah, a’mal, wujuh, dan mudarabah
a) Syirkah ‘inan adalah kontrak antara
dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
dan berpartisipasi dalam kerja, keuntungan dan kerugian yang dibagi sesuai
dengan kesepakatan diantara mereka
b) Syirkah mufawadah adalah kontrak kerja
sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan dana yang jumlahnya
sama dan berpartisipasi dalam kerja, keuntungan dan kerugian dibagi secara sama
besar
c) Syirkah a’mal adalah kontrak kerjasama
dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
keuntungan dari pekerjaan itu. Misal dua orang arsitek menggarap sebuah proyek
d) Syirkah wujuh adalah kontrak antara
dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik dalam bisnis.
Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang
tersebut secara tunai. Keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan jaminan yang
disediakan masing-masing.
Pada bidang perbankan misalnya, penerapan
musyarakah dapat berwujud hal-hal berikut ini.
1. Pembiayaan proyek. Musyarakah biasanya
diaplikasikan untuk pembiayaan dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan
dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati
2. Modal ventura. Pada lembaga keuangan
khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,
musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan
untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau
menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
D. Mudarabah (bagi hasil)
Mudarabah adalah
akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal)
menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
1.Dasar Hukum
Secara umum landasan dasar syariah
mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak
dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam surat al-Muzammil yang
artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata
yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk
melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadis nabi
Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin Abdul
Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah mensyaratkan
agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada
rasulullah SAW. Dan rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).
Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi
dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah
mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan
pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama
salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan
sesukamu) dari sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah
muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan
batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia
usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudarabah
biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal
kerja perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus disebut juga mudarabah
muqayyadah, yaitu sumbe investasi yang khusus dengan penyaluran yang khusus
pula dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahibul mal.
Mudarabah dan
kaitannya dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan
pada bidang-bidang berikut ini.
Tabungan
berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
Deposito spesial (special investment),
yaitu dana dititipkan kepada nasabah untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah
atau ijarah saja.
Mudaroban yang berkaitan dengan dunia
Pertanian ialah :
Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah
a. Musaqah (paroan kebun)
Yang dimaksud
musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun memberikan
kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan yang
didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad
Musaqah
dibolehkan oleh agama karena banyak orang yang membutuhkannya. Ada orang yang
mempunyai kebun, tapi dia tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada orang yang
tidak mempunyai kebun, tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-sama
memperoleh hasil dari kerja sama tersebut. Hadis menjelaskan sebagai berikut
yang artinya : “Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah memberikan
kebun beliau kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian,
mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan atau
hasil petani (palawija).” (HR Muslim)
b. Muzaraah
Muzaraah adalah
kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari
pekerja (petani). Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya
benih. Oleh karena itu, pada muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja
karena pada hakekatnya dialah (si petani) yang bertanam, yang mempunyai tanah
seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan pengantar dari sewaan tidak
wajib mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah
kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari pemilik sawah/ladang.
Adapun pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada
hakekatnya dialah yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja.
Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih
dari keduanya, zakat wajib atas keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan
sebelum dibagi. Hukum kerja sama tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar
para sahabat, tabi’in dan para imam
.
E. Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip
Hukum Islam
Lahirnya ekonomi
Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi.
Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain karena lahir atau
berasal dari ajaran Islam yang mengharamkan riba dan menganjurkan sedekah.
Kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu
bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian
institusi sebagai berikut.
1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank
Mir-Ghammar di Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan
Mesir DR. Ahmad An Najjar
2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan
negara-negara Emirat Arab
3. Islamic Development Bank (1975) di
Saudi Arabia
4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir
5. Kuwait House of Finance di Kuwait
(1977)
6. Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)
Bank non Islam
yang disebut juga bank konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi
utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik
perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan
lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan Bank
Islam yang dikenal dengan Bank Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang
menjalankan operasinya menurut hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem
bunga karena bunga dianggap riba yang diharamkan oleh Islam. (QS Al Baqarah :
275-279)
Sebagai
pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari
unsur riba, antara lain sebagai berikut.
1. Wadiah atau titipan uang, barang, dan
surat berharga atau deposito. Wadiah ini bisa diterapkan oleh Bank Islam dalam
operasinya untuk menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito
berupa uang, barang, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga
keselamatannya oleh Bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan
itu tanpa harus membayar imbalannya, tetapi Bank harus menjamin dapat
mengembalikan dana itupada waktu pemiliknya (depositor) memerlukannya.
2. Mudarabah adalah kerjasama antara
pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing.
Dengan mudarabah ini, Bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada
pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang
perbandingannya sesuai dengan perjanjian misalnya, fifty-fifty. Dalam mudarabah
ini, Bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.
3. Syirkah (perseroan). Dibawah kerjasama
syirkah ini, pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham)
pada usaha patungan (joint ventura). Oleh karena itu, kedua belah pihak
berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dengan menanggung untung rugi
bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing (PLS Agreement).
4. Murabahah adalah jual beli barang
dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama
secara jujur. Dengan murabahah ini, pada hakikatnya suatu pihak ingin mengubah
bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli.
Dengan sistem murabahah ini, Bank bisa membelikan atau menyediakan barang
barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan Bank minta
tambahan harga atas harga pembeliannya. Syarat bisnis dengan murabahah ini,
ialah si pemilik barang (dalam hal ini Bank) harus memberi informasi yang
sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersih
(profit margin) dari pada cost plus nya itu.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau
benevolent loan). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent
loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang mempunyai deposito
di Bank Islam itu sebagai slah satu pelayanan dan penghargaan Bank kepada para
deposan karena mereka tidak menerima bunga atas depositonya dari Bank Islam.
Perkembangan
pesat Bank-Bank Islam yang lazim disebut Bank syariah terjadi pada dasawarsa
70-an setelah terjadinya krisis minyak yang menimbulkan oil boom pada tahun
1971. perkembangan pesat Bank syariah tersebut membuktikan bahwa: (1) ajaran
Islam menggerakkan ide sosial ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran
Islam disebut juga modal masyarakat (Social Capital). (2) Peranan cendikiawan
yang memiliki suatu konsep yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat,
infak, sedekah (ZIS), dan larangan riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal
ini juga pernah dipelopori oleh pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau
memiliki gagasan membentuk lembaga amil (penghimpun dan pengelola zakat).
Bank syariah
pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
berdiri pada tanggal 1 mei 1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya
berjalan lebih lambat dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun
1998 hanya terdapat 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat
Syariah). Berdasarkan statistik perbankan syariah mei 2003 dari Bank Indonesia
tercatat, Bank Umum Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum
yang membuka unit atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar
Syariah, Bukopin Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang
beroperasi di Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk
segera beroperasi menjadi Bank Syariah.
Kehadiran Bank Syariah memiliki hikmah
yang cukup besar, diantaranya sebagai berikut.
1. Umat Islam yang berpendirian bahwa
bunga Bank konvensional adalah riba, maka Bank Syariah menjadi alternatif untuk
menyimpan uangnya, baik dengan cara deposito, bagi hasil maupun yang lainnya
2. Untuk menyelamatkan umat Islam dari
praktik bunga yang mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si kaya
terhadap si miskin atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah
ekonominya.
3. Untuk menyelamatkan ketergantungan
umat Islam terhadap Bank non Islam yang menyebabkan umat Islam berada dibawah
kekuasaan Bank sehingga umat Islam belum bisa menerapkan ajaran agamanya dalam
kehidupan pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bsinis dan
perekonomiannya
4. Bank Islam dapat mengelola zakat di
negara yang pemerintahannya belum mengelola zakat secara langsung. Bank juga
dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang
produktif dan hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
5. Bank Islam juga boleh memungut dan
menerima pembayaran untuk hal-hal berikut.
a. Mengganti biaya-biaya yang langsung
dikeluarkan oleh Bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah,
misalnya biaya telegram, telepon, atau telex dalam memindahkan atau
memberitahukan rekening nasabah, dan sebagainya
b. Membayar gaji para karyawan Bank yang
melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana
yang disediakan oleh Bank dan biaya administrasi pada umumnya.
F. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan
Prinsip Hukum Islam
Mengikuti sukses
perbankan Syariah, asuransi Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat. Sampai dengan tahun 2002, tercatat sejumlah asransi konvensional yang
membuka divisi Syariah yang terbukti mampu bersaing dengan asuransi lainnya.
Asuransi pada
umumnya, termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk
masalah ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena
tidak ada penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara
tersurat. Para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Ahmad dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H
atau VIII dan IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena
hal tersebut belum dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru
dikenal pada abad XIX M, sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar
abad XIV M,.
Kini umat Islam
di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya
(asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai
aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan ulama
dan cendikiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni sebagai
berikut.
Mengharamkan asuransi dalam segala macam
dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
membolehkan semua asuransi dalam praktiknya
sekarang ini.
Membolehkan aasuransi yang bersifat
sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial
menganggap syubhat
Ketika mengkaji
hukum Islam tentang asuransi, sudah tentu harus dilakukan dengan menggunakan
metode ijtihad yang lazim digunakan oleh mejtahidin dahulu. Diantara metode
ijtihad yang mempunyai banyak peranan di dalam mengistinbatkan (mencari dan
menetapkan hukum) terhadap masalah-masalah baru yang tidak ada nasnya dalam Al
Qur’an dan hadis adalah maslahah mursalah atau istislah (public good) dan qyas
(analogical reasoning).
Dalam buku Hukum
Asuransi di Indonesia ditulis oleh Vide Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan,
menurut pasal 246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab Undang-undang perniagaan),
bahwa asuransi pada umunya adalah suatu bentuk persetujuan dimana pihak yang
menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi
sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena
akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Adapun asuransi
Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melaui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad (perikatan)
yang sesuai Syariah
Ada beberapa
sumber yang dijadikan rujukan bagi berlangsungnya sistem asuransi tersebut,
diantaranya adalah hadis Nabi Muhammad SAW “Seorang mukmin dengan mukmin
lainnya dalam suatu masyarakat ibarat satu bangunan, dimana tiap bangunan
saling mengokohkan satu sama lain.” (HR Bukhari danMmuslim)
Secara
operasional, asuransi yang sesuai dengan Syariah memiliki sistem yang
mengandung hal-hal sebagai berikut.
1. Mempunyai akad takafuli (tolong
menolong) untuk memberikan santunan atau perlindungan atas musibah yang akan
datang
2. Dana yang terkumpul menjadi amanah
pengelola dana. Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen Syariah
seperti mudarabah, wakalah, wadi’ah dan murabahah.
3. Premi memiliki unsur tabaru’ atau mortalita
(harapan hidup)
4. Pembebanan biaya operasional
ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran 30 % dari premi sehingga
pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk pada tahun pertama yang memiliki
nilai 70 % dari premi.
5. dari rekening tabaru’ (dana kebajikan
seluruh peserta) sejak awal sudah dikhlaskan oleh peserta untuk keperluan
tolong menolong bila terjadi musibah.
6. Mekanisme pertanggungan pada asuransi
Syariah adalah sharing of risk. Apabila terjadi musibah semua peserta ikut
(saling) menanggung dan membantu
7. Keuntungan (profit) dibagi antara
perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil (mudarabah),atau dalam akad
tabarru’ dapat berbentuk hadiah kepada peserta dan ujrah (fee) kepada
pengelola.
8. Mempunyai misi akidah, sosial serta
mengangkat perekonomian umat Islam atau misi iqtisadi
G. Sistem Lembaga Keuangan non Bank yang
sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Sistem lembaga keuangan non Bank yang
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam antara lain adalah sebagai berikut.
1. Koperasi
Pengertian
koperasi dari segi etimologi berasal dari bahasa inggris coorporation, yang
artinya bekerja sama. Pengertian koperasi dari segi etimologi ialah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakn orang-orang atau badan hukum yang
bekerja sama denagn penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
atas dasar suka rela secara kekeluargaan.
Koperasi
mempunyai dua fungsi, yakni :
fungsi ekonomi
dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi untuk
meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya dan
fungsi soisal dalam bentuk
kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk
sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi disishkan untuk
tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk mendirikan sekolah atau tempat ibadah
Koperasi dari
segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja,
misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut
koperasi berusaha tunggal (single purpose). Dan ada pula koperasi yang
meluaskan usahanya dalam berbagai bidang yang disebut koperasi serba usaha
(multi purpose) seperti bidang pembelian dan penjualan
Modal usaha
koperasi diperoleh dari uang simpanan pokok, uang simpanan wajid, uang simpanan
sukarela yang merupakan deposito, uang pinjaman, penyisihan-penyisihan hasil
usaha termasuk cadangan dan sumber lain yang sah.
Menurut mahmud
syaltut, koperasi sebagaimana diuarikan diatas adalah bentuk syirkah baru yang
diciptakan oleh para ahli ekonomi dan banyak sekali memilki manfaat, anatara
lain memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan
kerja kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil
usaha koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya. Koperasi
tidak mempunyai unsur kezaliman dan pemerasan oleh manusia yang kuat atau kaya
atas manusia yang lemah atau miskin, pengelolaannya demokratis dan terbuka
(open management) serta membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota
menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota
pemegang saham. Oelh karena itu, koperasi dapat diterima oleh kalangan Islam.
2. BMT (Baitul Mal wat Tamwil)
Merupakan
lembaga keuangan mikro yang sanagt sukses. BMT di Indonesia tumbuh dari bawah
(masyarakat berekonomi lemah) yang didukung oleh deposan-deposan kecil. BMT
telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana
dari, untuk dan oleh masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi.
BMT-BMT sebagian besar berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha
berdasarkan azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Sampai tahun 2003,
jumlah BMT sudah mendekati angka 4000 unit dimana proses operasionalnya tidak
jauh beda dengan operasional BPRS atau Bank Syariah
H. Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan
Terhadap Hukum Islam tetang Kerjasama
Ekonomi
Ekonomi Islam di
Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini
ditandai dengan maraknya kajian-kajian ekonomi Syariah, banyaknya lembaga
keuangan yang berorientasi Syariah serta semakin tingginya kesadaran masyarakat
Indonesia dalam menerapkan kerjasama ekonomi berdasarkan Syariah. Ada beberapa
aspek perilaku yang harus mencerminkan kepatuhan terhadap hukum Islam di segala
aspek kehidupan, khusunya tentang kerja sama ekonomi Islam yaitu sebagai
berikut.
Tanggung Jawab
Dalam
melaksanakan akad tanggung jawab yang berkaitan dengan kepercayaan yang
diberikan kepada pihak yang dianggap memenuhi syarat untung memegang
kepercayaan secara penuh dengan pihak yang masih perlu memenuhi kewajiban
sebagai penjamin (damin) harus dipertimbangkan
Tolong Menolong
Saling menolong
sesama peserta (nasabah) dengan hanya berhadapan keridaan Allah. Dan tolong
menolong untuk memberikan santunan perlindungan atas musibah yang akan datang
Saling melindungi
Perekonomian
Islam yang berdasarkan Syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi.
Adil
Dalam melakukan
transaksi/ perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang
bulu, termasuk kepada pihak yang tidak disukai.
Amanah/jujur
Dalam
menjalankan kerja sama ekonomi Syariah mengharuskan dipenuhinya semua ikatan
yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus
dilaksanakan secara rida sama rida dan disepakati oleh semua pihak yang terkait
Perilaku lain
adalah mempunyai manajemen islami, menghormati hak azazi manusia, menjaga
lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, tidak spekulatif dan
memegang teguh prinsip kehati-hatian.
EmoticonEmoticon