Raja
yang banyak dihormati di Thailand ini jarang tampil di depan umum dalam
beberapa tahun terakhir karena buruknya kesehatannya.
Rakyat
Thailand menempatkannya sebagai bapak bangsa yang berada di atas politik walau
sering menjadi penengah dalam ketegangan politik untuk menemukan solusi tanpa
kekerasan.
Hingga
akhir hayatnya, Raja Bhumibol Adulyadej merupakan raja yang paling lama
berkuasa di dunia.
Perayaan
70 tahun tahtanya pada Kamis 7 Juni 2016 berlangsung dengan dibayang-bayangi
kesedihan karena kesehatannya yang memburuk dan Raja tidak tampil di depan
umum.
Suasana yang amat
berbeda dengan perayaan 10 tahun sebelumnya, Juni 2006, ketika ratusan ribu
orang berkumpul mendengarkan pidatonya.
Raja
Bhumibol berkuasa pada 9 Juni 1946 setelah saudaranya, Raja King Ananda
Mahidol, meninggal dalam insiden penembakan yang sampai sekarang tidak jelas
penyebabnya di Istana Kerajaan di ibu kota Bangkok.
Main saksofon
Bhumibol Adulyadej
lahir di Cambridge, Massachusetts, AS pada 5 Desember 1927, ketika ayahnya,
Pangeran Mahidol Adulyadej, sedang berkuliah di Universitas Harvard.
Keluarga
tersebut kemudian kembali ke Thailand, namun ayahnya meninggal saat dia berusia
dua tahun.
Setelah
kematian ayahnya, ibunya pindah ke Swiss, tempat pangeran muda ini menimba
ilmu.
Sebagai
lelaki muda, dia menikmati kegemaran berbudaya seperti fotografi, bermain
saksofon dan juga menggubah, melukis, dan menulis.
Pada
masa itu, status monarki Thailand mengalami 'penurunan' setelah kekuasaan
monarki absolut dihapuskan pada 1932, dan terjadi pula 'pukulan susulan' atas
kerajaan ketika pamannya, Raja Prajadhipok, turun tahta pada 1935.
Tahta
diserahkan kepada abang Bhumibol, Ananda, yang saat itu berusia sembilan tahun.
'Pemerintahan
boneka'
Pada
1946, Raja Ananda meninggal karena insiden penembakan di istananya di Bangkok
-yang hingga sekarang belum terungkap sepenuhnya- dan Bhumibol menduduki tahta
ketika masih berusia 18 tahun.
Masa
tahun-tahun awalnya sebagai seorang raja, Thailand dipimpin oleh seorang
'pemimpin sementara' karena Bhumibol harus melanjutkan studinya di Swiss.
Ketika
mengunjungi Paris, dia bertemu calon istrinya, Sirikit, anak perempuan dari
duta besar Thailand untuk Prancis.
Pasangan tersebut
menikah pada 28 April 1950 atau seminggu sebelum raja baru dinobatkan di
Bangkok.
Tujuh
tahun awal di masa kekuasannya, Thailand dipimpin seperti kediktatoran militer
dan kerajaan seakan-akan seperti 'pemerintahan boneka'.
Pada
September 1957, Jenderal Sarit Dhanarajata mengambil alih kekuasaan dan Raja
mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan Sarit sebagai Pembela Militer ibu
kota.
Di
bawah kediktatoran Sarit, Bhumibol menghidupkan kembali kerajaan, antara lain
dengan berkunjung ke provinsi-provinsi dan meminjamkan namanya untuk beberapa
pembangunan, khususnya di bidang pertanian.
Semenara
Jenderal Sarit mengembalikan tradisi adat yang mewajibkan orang-orang yang
menghadap keluarga kerajaan untuk berjalan membungkuk untuk menghormati mereka.
Jatuhnya
pemerintahan militer
Bhumibol
secara dramatis menengahi politik Thailand pada 1973 ketika para demonstran
prodemokrasi ditembaki tentara.
Para
pengunjuk rasa diperbolehkan berlindung di istana dan gerakan tersebut
menyebabkan jatuhnya pemerintahan perdana menteri waktu itu, Jenderal Thanom
Kittikachorn.
Tapi tiga tahun
setelah itu, raja gagal untuk mencegah hukuman mati tanpa proses pengadilan
atas mahasiswa-mahasiswa sayap kiri oleh paramiliter yang main hakim sendiri.
Pada
masa-masa itu, pihak kerajaan cemas atas pertumbuhan simpatisan komunis setelah
berakhirnya perang Vietnam.
Ketika
terjadi lagi upaya untuk menggulingkan pemerintah, pada tahun 1981, raja
memilih berdiri di depan kelompok pejabat militer yang melancarkan kudeta
melawan Perdana Menteri Prem Tinsulanond.
Para
pemberontak sempat berhasil menduduki ibu kota sampai kelompok-kelompok yang
setia kepada raja mengambil alih Bangkok.
Namun,
kecenderungan raja yang berdampingan dengan pemerintah dalam hal kekuasaan,
menyebabkan beberapa warga Thailand mempertanyakan kenetralannya.
Bhumibol
turun tangan kembali dalam konflik politik pada 1992, ketika puluhan demonstran
ditembak setelah protes melawan percobaan kudeta oleh mantan pemimpin kudeta,
Jenderal Suchinda Kraprayoon untuk menjadi perdana menteri.
Pengaruh kerajaan
Raja
memanggil Suchinda, dan pemimpin prodemokrasi, Chamlong Srimuang untuk muncul
di depannya, keduanya berjalan membungkuk karena perintah yang tertulis di
protokol kerajaan.
Suchinda
mundur dan pemilu-pemilu susulan menunjukkan kembalinya pemerintahan demokrasi.
Selama
krisis yang muncul selama kepemimpinan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra pada
2006, raja sering kali diminta untuk turut campur tapi bersikeras bahwa hal ini
tidak pantas.
Namun, pengaruhnya
masih dilihat penting ketika Thaksin menang pemilu pada April, dinyatakan
dibatalkan oleh pengadilan.
Thaksin
akhirnya makzul dalam sebuah kudeta tanpa pertumpahan darah, di mana militer
bersumpah setia kepada raja.
Pada
tahun-tahun berikutnya, nama dan figur raja dipanggil oleh kedua faksi baik
yang setia maupun melawan Thaksin, karena mereka berlomba-lomba meraih
kekuasaan.
Seluruh
negeri bergabung untuk merayakan ulang tahun Raja Bhumibol yang ke-80 pada
2008, mencerminkan keunikan statusnya di masyarakat Thailand.
Penghormatan
Jenderal
Prayuth Chan-ocha mengambil alih kekuasaan pada kudeta Mei 2014 dan
menjadikannya perdana menteri oleh parlemen militer yang ditunjuk beberapa
bulan setelah itu.
Dia
berjanji pembentukan kembali politik untuk mencegah kembalinya ketidakstabilan
pada beberapa tahun belakangan.
Tapi
pengkritik mencurigai prioritas utamanya adalah untuk menghancurkan partai
mantan perdana menteri, Thaksin, dan untuk memastikan proses kedudukan kerajaan
kembali berjalan lancar.
Penghormatan publik
atas Raja Bhumibol tulus, tapi juga dengan hati-hati diasuh oleh departemen
hubungan masyarakat kerajaan.
Selama masa
pemerintahannya yang panjang, Raja Bhumibol Adulyadej menghadapi negara yang
terus-menerus mengalami pergolakan politik.
Dalam menghadapi
politik, terlihat kecakapannya sebagai seorang diplomat, dan kemampuannya untuk
'merangkul' warga sipil di Thailand.
Sehingga dia meninggalkan
kerajaan negara itu jauh lebih kuat dibandingkan saat dia memerintah.
EmoticonEmoticon