blogger mania kecantikan gadis desa ini selalu menjadi rebutan pemuda
Kehidupan kampung yang dulu kita kenal sudah beda dengan sekarang. Mulai dari cara bicara pun logat kampungpun seakan punah dimakan zaman semuanya berbeda utamanya gaya hidup masyarakatnya jauh lebih gila dari masyarakat perkotaan euy. Ini yang menantanggku untuk melakukan penelitian didesa, mendengar cerita-cerita dari orang-orang luar aku seakan ditantang untuk membuktikan omongan orang-orang.
Tak ada yang special dikota menurutku yang ada hanya kesesakan hidup karena terlalu banya penghuninya dikota ini. Kalau bukan karena kota menawarkan kehidupan yang jauh lebih baik dari desa mungkin tak akan seperti ini keadaan kota, sesak sumpek semua bercampur jadi satu kayak es campur yang dijual Mang Dadang depan kampus, macam-macam saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan segenggam beras untuk makan sehari. Tapi sebenarnya sih kalau mau dipikir akupun juga berasal dari desa karena mama dan papa juga dulunya tinggal didesa tapi ga terpencil ama sih J tapi sudalah siapa juga yang mau pikirin sekarangkan beda dengan yang dulu.
![]() | ||||||
inilah gadis manis anak pak desa yang selalu menjadi kembang desa
Namaku Anggara Raditya Maulana aku mahasiswa di universitas Admaja Sumedang. Hari-hariku biasa terisi oleh hirup pikup perkotaan. Hangout adalah makanan sehari-hariku bersama anak-anak kota lainnya. Nongkrong bareng anak-anak gaul sudah biasa, berontak dikampus tujuan utamaku kuliah. Siapa yang tak mengenalku dikampus yang memiliki penghuni sampai 700 orang dengan prestasi yang sangat membanggakan untuk pembantu-pembantuku dirumah. Anggara Raditia Maulana anak pembuat onar, sering jailin dosen apalagi dosenya yang sudah bisa dikatakan bau tanah dan bau apek kayak pakaian kotor, jailin mahasiswa yang sok kepinteran dan sok kecakepan dan yang paling membanggakan lagi selalu dapat nilai E untuk setiap mata kuliahnya, “Hebatkan gue” itu baru prestasi <LoL>
Tak ada yang special dikota menurutku yang ada hanya kesesakan hidup karena terlalu banya penghuninya dikota ini. Kalau bukan karena kota menawarkan kehidupan yang jauh lebih baik dari desa mungkin tak akan seperti ini keadaan kota, sesak sumpek semua bercampur jadi satu kayak es campur yang dijual Mang Dadang depan kampus, macam-macam saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan segenggam beras untuk makan sehari. Tapi sebenarnya sih kalau mau dipikir akupun juga berasal dari desa karena mama dan papa juga dulunya tinggal didesa tapi ga terpencil ama sih J tapi sudalah siapa juga yang mau pikirin sekarangkan beda dengan yang dulu.
Masa praktek untuk penyelesaian kuliahku sudah tiba, aku yang dari awal sudah tekat untuk melakukan penelitian dan akhirnya terwujud juga. 3 bulan 17 hari aku harus merasakan kehidupan desa yang katanya sudah beda dari yang dulu, yang sekarang sudah “Lho gue” bukan lagi “Akang Thete” ckckckc ada-ada ajah nih cerita, jadi bikin penasaran ajah.
Perjalanan tak mudah yang dibayanganku, harus lewatin banyak gunung-gunung dan harus bersusah-susah menahan sakitnya pantat karena jalan yang rusak parah L. Menyebalkan kukira desa sudah beda dari yang dulu ternyata masih sama, masih parah total jalananya. Menahan sakitnya pantat ditambah lagi badan yang pegal-pegal akibat perjalanan jauh sudah sangat membuatku menderita “ Sabar agHa kamu pasti bisa nyo !!!! semangat….. ” kataku tak sabar lagi untuk segera sampai ditujuan. Bersama Raka Saputra, Jonatan Septian Wijaya, dan Prayoga Winata teman sepermainanku dikampus aku melakukan penelitian, yang pasti pada saat penelitian nanti tak akan ada hasil yang kudapatkan cuman panggilan dosen yang memberiku ucapan selamat kembali mengulang untuk semester berikutnya. Bagaimana tidak, semua yang bersamaku dalam kelompok penelitian ya mereka bertiga ini rekan dikampus yang selalu dibilang SAMPAH KAMPUS yang harus segera dibasmi, selalu membuat kacau kampus dan hampir saja kemarin dulu didepak dari kampus L. Oooh Tuhan mudah-mudahan tak seperti yang kupikirkan barusan yang akan terjadi. Semoga saja nasib baik menimpahku 3 bulan kedepan ini.
Akhirnya perjalanan yang melelahkan dan membuatku sebagai lelaki harus ciut karena derita naik bus yang full dengan mahasiswa lainnya sudah berakhir. Posko 8 didesa kapur Sumedang itulah tempatku melakukan penelitian bersama rekanku yang tiga tadi dan ditambah empat orang yang sok pintar dan sok axix dikampus.
“ Udaranya emang beda dengan dikota, pemandangannya juga beda tapi MANUSIAnya tetap saja sama dikota tak ada yang menarik dipandang. Menurut cerita-cerita orang ya, katanya cendana desa lebih bening dari stock dikota ternyata semuanya busyit tak ada bedanya dikota dan desa sama-sama biasa ” Ujar raka sambil tertawa terpingkal-pingkal saat melihat gadis-gadis desa sedang manen padi disawah dekat posko . “ Tapi kalau dibandingkan cewek dikota, cewek desa jauh lebih baik ”, si yoga agak nyolot. “ Alasanya ” , jawab raka dan tian berbarengan. “Ia jauh lebih baik kan kalau satu dari mereka kita jadikan istri kan tidak menguras kantong kita dalam-dalam, mereka hanya tahu soal rumah ketimbang dunia luar jadi kalau mau sejahtera ya kita cari saja cendana desa kan lumayan“ jawab yoga kembali agak sedikit tolol. Sontak gue, raka dan tian langsung menghajarnya dengan buku panduan yang Pak Lurah tadi berikan pada kita saat penyambutan kedatangan kami. “ Sejahtera sih sejahtera tapi jangan pernah pandang enteng mereka dong, siapa tahu mereka lebih dari wanita dikota-kota ” Seru tian agak tersinggung. Dengan kompak kami bertigapun menjawab “ Ia deh yang sudah berpengalaman dengan kembang desa ”.
Pembicaraan yang panjang hanya membahas soal Kembang Desa Dan Juga Kembang Kempis Kota, “ emangnya dikira kita mau penelitian kembang-kembang Indonesia apa ??? ” pikirku agak sedikit emosi. Sudahlah malas gue mendengarkan mereka, mending gue tidur dari pada meladeni mereka toh tidak ada gunanya juga.
Seminggu penelitian tetap saja itu-itu terus yang dibahas cewek, cewek.cewek dan cewek. “ Ingat bapak, bapak sekalian ibu ibu dikota sudah sedia dengan mall dan shoopingnya kalian ini masih saja lirik kanan kini, emang dikota belum cukup apa ya ??? ” kataku yang snewen liat tingkah pola anak-anak berandalan ini. Karena dari rumah sudah dipesan ga boleh nakal sama mama jadinya gini deh gue nurut, rut, rut, rut. Kalau tidak, bisa-bisa gue dikawinin sama bibi Atun pembokat gue dari bocah, ogah deh !!!. “ Nakal dikit ga apa-apalah, kitakan lagi masa pencarian yang terbaik untuk yang generasi-generasi kita selanjutnya ” Yoga nyolot agak kurang terima dengan perkataanku. Tianpun dengan gaya bahasa upin ipin diTV juga nyolot “ Betul,betul,betul ”. Mencoba memberi penjelasan tapi dibalas dengan cercaan. Hufffft bikin pusing 7 keliling deh. Hah kalau berdebat terus kapan jadinya penelitian mending jalan sendiri saja biar cepat kelarnya. Penelitianku seminggu kedepan ini berfokus pada pemberian imunisasi pada balita, karena tidak tahu arah menuju puskesmas dan posyandunya jadinya harus bolak balik Tanya sana sini arah jalannya, untung saja orang-orang didesa ini mau membantu kalau tidak apes deh gue. Dipertigaan jalan menuju posyandu tiba-tiba nasib sial menimpah, kaki kesandung batu dan akhirnya sandal yang ku pakaipun putus sebelah. “ Anjjjjjjjjjjjjjjjjjirit ini pasti karma karena pagi-pagi sudah aduh mulut dengan mereka bertiga ” mulutku tak kunjung henti komat kamit ngomong kayak sedang baca mantara Sakti Manra Guna yang diTV itu loh. Tapi mungkin dibalik ini semua akan ada sesuatu baik yang kudapatkan, semoga saja begitu. Betul kataku barusan ada hal baik yang akan kudapatkan, ZZZzzzzzzttttt pas depan kedua mataku aku menyaksikan maha karya ciptaan Tuhan yang tak pernah kulihat sebelumnya dikota, berjilbab pertandah soleha, kemayu dan ramah, begitu defenisiku tentangnya. Aduh aura kenakalku mukai bangkit kembali, “ ahh kesampingkan dulu si mama dirumah untuk si bening yang satu ini ”. “ Pak, bapak kenapa ya ??? apa terjadi sesuatu dengan dengan bapak ??? ” lengkap logat khas desa si bening itu berkata padaku lembut dan santun. Akupun tercengar cengir sendiri, tak kusanggah ia sedang berbicara denganku. Mungkin karena ia kesal denganku yang tercengar-cengir sendiri tanpa mempedulikan perkataannya akhirnya ia memberiku ole-ole benjolan besar dikeninggku hasil memukulku pakai tempayan minum orang disawah.
Sungguh apes betul nasibku hari ini Kukira kemayu padahal Make Tison rupanya ini orang, buset cantik-cantik kok sadis bener ya. Prakiraan awal telah berubah 180 derajat dari semula soal gadis ini. “ Gue ga apa-apako ga usah peduliin gue ”, akupun dengan sangat PEDEnya mengeluarkan kata-kata itu pada si bening sebutanku untuk gadis itu. “ Siapa juga yang peduli denganmu, aku Cuma heran baru melihatmu disini jadinya aku bertanya ” si bening pun nyolot kedengaranya agak marah. Akupun dengan modal gengsi yang gede-gedean segera pergi meninggalkannya tanpa peduli sendalku putus sebelah.
Ditengah perjalanan akupun hanya berkomat kamit sendiri menyalahkan diriku yang dari tadi tidak bisa berkutik didepan si bening tadi. “ Coba tadi aku mengikutinya dan memperkenalkan diri padanya, ahh sungguh nasib tidak berpihak padaku hari ini tapi ini tak akan pernah kulewatkan untuk kuceritakan pada tiga manusia itu ”. Sesampai diposko dengan semangat tingkat tinggi aku menceritakan hal ini pada mereka bertiga, dengan ekspresi yang bermacam-macam dan sangat penasaran merekapun tak henti-hentinya mencercaiku dengan ribuan pertanyaan. Akupun menjawabnya tapi ada juga jawabanku yang sedikit kukarang indah agar tidak ditrertawakan mereka. “ Namanya aja aku tak tahu, apalagi rumahnya ” ujarku dalam hati sambil cenat-cenut sendiri. Makan nga konsen, tidur tak lelap, pikiran buyar, semuanya karena Si Bening yang manis seperti artis Agnes Monica menurutku.
Beberapa waktu belakangan ini aku tak henti-hentinya mencari keberadaan gadis yang kusebut si bening itu. Akupun hampir dilanda rasa cemas karena ini sudah hampir hari terakhir masa penelitianku didesa ini aku juga khawatir akan jadi bulan-bulanan tiga manusia itu kalau sampai mereka tak melihat si bening yang kuceritakan waktu itu pada mereka. “ Aduh harus dari mana lagi aku mencari gadis itu ??? ditempat kita pertama bertemupun tak kutemui batang hidungnya, aku harus bagaimana lagi ??? habislah sudah, lusa hari terakhirku ditempat ini dan lusa pula aku harus mempersiapkan fisik dan juga mentalku menghadapi hinaan demi hinaan dari mereka ”. Memang keberuntunganku disiniL.
Malam sebelum penarikan mahasiswa penelitian didesa ini Pak Lurah sebagai kepala didesa mengadakan malam perpisahan ya semacam pesta rakyatlah untuk kami. Semua masyarakat didesa itu datang menyaksikan pagelaran-pagelaran khas desa ini yang disajikan. Pada saat sedang asik menonton tiba-tiba pandanganku tertuju pada satu arah, saat aku menoleh kearah kanan kudapati senyuman maniinilah gadis manis anak pak desa yang selalu menjadi kembang desas si bening yang aku temui waktu itu, tanpa ada rasa canggung dan malu juga PEDE tingkat tinggi aku memberanikan diri menyapanya sekaligus meminta maaf padanya. Akupun berbincang-bincang dengannya ternyata ia memang sangat ramah dan kemayu asli.
Dita Pratiwi itu nama gadis yang biasa ku sebut si bening dengan rasa PEDE yang luar biasa aku memanggil raka, tian dan yoga untuk berkenalan dengan si bening yang kuceritakan waktu itu. Setelah mereka berkenalan, mereka tak henti-hentinya memuji-muji si bening dan berusaha merebutnya dariku. Tanpa kusadari Pak Lurah desa ini terus saja memperhatikanku bersama dengan ketiga temanku dan juga sibening, “ Mungkin Pak Lurah marah kali kalau salah satu kembang desa disini kepentol sama kita atau karena ia naksir sama Dita si beningku ini ??? ” pertanyaanku dalam hati sambil berbalik kearah Pak Lurah. Ini betul-betul bukan keberuntunganku, mungkin Pak Lurah sudah risih dengan ulahku dan ketiga temanku yang terus saja menggombali si bening akhirnya Pak Lurahpun menghampiri kami dan menyapa kami. Eh tak kusanggkah dan tak kuduga ditengah percakapan Pak Lurah si bening yang kutargetkan untuk kujadikan pacarku malam ini malah membuatku tertunduk malu dengan kata-katanya barusan. “ eh mas Dedy, baru saja mau kupanggil kemari eh sudah ada disini, oh ia perkenalkan ini mas Dedy suami saya ia menjabat Lurah didesa ini ”. raka, tian, dan yoga tak henti-hentinya menertawaiku saat mendengar perkataan Dita si bening barusan dan merekapun pada nyolot dan terus nyolot pertanda menertawaiku “ Oooo ternyata Pak Lurah ini suaminya toh “ ujar mereka sambil cengar-cengir melihat mukaku yang sudah merah karena menahan malu. Si beningpun ikut tersenyum melihatku ditertawakan oleh ketiga manusia ini, mungkin ia tahu mengapa aku ditertawakan. Tapi biarlah semuanya tumpah ruah malam ini, yang penting aku sudah tahu semuanya ternyata Si Bening Istri Pak Lurah J. |
EmoticonEmoticon