Senin, 25 April 2016

Presiden RMS | Biarkan Rakyat Maluku Menentukan Nasib Sendiri

Amsterdam | Kantor firma hukum Wattilete Advocaten itu berdiri di Jalan Achilleesstraat, menyempil di wilayah permukiman, tidak jauh dari Stadion Olympiade, di bagian selatan Ibu Kota Belanda, Amsterdam. Di kantor itu, Johannes Gerardus Wattilete, Presiden Republik Maluku Selatan di pengasingan, menjalani kesibukan sehari-hari sebagai pengacara.




Wattilete lahir di Kota Bemmel, 60 tahun lalu, dari seorang ayah Maluku dan ibu asal Belanda. Ia dipercaya memimpin Republik Maluku Selatan sejak 2010, menggantikan Frans Tutuhatunewa. Sejak belia, ayah Wattilete, yang bermigrasi ke Belanda pada 1951, selalu menekankan kepada dia bahwa kemerdekaan Maluku itu sangat penting.


"Ada semacam keterikatan emosional antara saya dan tempat kelahiran nenek moyang di Maluku. Di sana adalah akar saya," kata Wattilete yang fasih bertutur bahasa Indonesia dan Belanda, tapi lebih nyaman berbicara dalam bahasa Belanda.


Sejak remaja sampai meraih gelar meester in de rechten dari Radboud Universiteit di Nijmegen, Wattilete turut aktif dalam perjuangan kemerdekaan Republik Maluku Selatan, gerakan yang berdiri pada 25 April 1950. Kontributor Tempo di Amsterdam, Prita Riadhini, mewawancarai Wattilete di kantornya, Rabu lalu. Berikut petikan wawancaranya:


Apa saja kegiatan Republik Maluku Selatan (RMS) sekarang ini?
Di Belanda, kami mengumpulkan kekuatan untuk menjalankan perjuangan. Bantuan itu sangat diperlukan. Untuk internasional, kami ke Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menjadi anggota Melanesian Spearhead Group yang berkedudukan di Vanuatu, sama halnya yang dilakukan oleh Papua (United Liberation Movement for West Papua-ULMWP, organisasi payung untuk kemerdekaan Papua). Sedangkan di luar lobi internasional, kami berusaha agar orang-orang Maluku bersuara.


Berapa banyak pengikut dan simpatisan RMS?
Ada sekitar 60 ribu masyarakat Maluku di Belanda. Saya tidak tahu persis berapa jumlah pendukung RMS. Secara mayoritas, pendukung RMS ada di Belanda.


Seberapa penting kemerdekaan Maluku bagi Anda?
Maluku sangat penting bagi saya dan keluarga. Masalah ini bukan hanya keterikatan emosional atau sejarah belaka, melainkan menyangkut masa depan Maluku. Maluku itu besar. Selama ini rakyat Maluku tidak punya kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya secara terbuka. Mereka belum memiliki kebebasan berpendapat. Kalau sudah ada kebebasan berpendapat, berarti tidak ada rakyat Maluku yang ditangkap. Budaya takut mengeluarkan pendapat dari rakyat Maluku harus hilang. Biarkan rakyat Maluku menentukan nasibnya sendiri. Mereka harus bisa berbicara tanpa takut akan akibatnya.



Apakah keinginan merdeka masih realistis sampai saat ini?
Sampai saat ini tujuan kemerdekaan itu masih wajar dan masih ada dalam jangkauan. Perjuangan mencapai kemerdekaan itu tidak ada batasnya. Meski sudah 65 tahun, kami bertujuan agar RMS merdeka. Lihat saja contohnya Indonesia yang berjuang selama 350 tahun.


Bagaimana perlakuan pemerintah Belanda terhadap RMS?
Saat ini RMS berjuang sendiri dan tidak mendapat dukungan dari pemerintah Belanda. Saat generasi pertama tiba di Belanda, kala itu pemerintahnya menjanjikan akan membantu kemerdekaan Maluku. Namun, saat waktu berjalan, hal itu hanya tinggal janji belaka. Untuk mendukung gerakan ini secara finansial, RMS mendapat bantuan dari Yayasan Perjuangan RMS di Kota Lelystad.


Pada Oktober 2010, Anda meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihadirkan dalam sidang kilat atau kort geding di pengadilan Den Haag. Apa ada rencana serupa untuk Presiden Joko Widodo yang akan berkunjung ke Belanda?
Tidak. Kami tidak akan melakukan aksi yang sama, kecuali meminta kepada pemerintah Belanda agar diizinkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Agar pemerintah Indonesia segera menyelesaikan masalah di Maluku dengan berdialog.


Presiden yang sekarang beda dengan Presiden SBY. Joko Widodo memiliki goodwill untuk menyelesaikan masalah di Maluku. Meski keadaan di Maluku dapat lebih baik dari sekarang. Kalau perlu ada referendum. Semuanya harus dibuktikan lewat proses tersebut. Jika referendum sudah digelar, kami akan mematuhi apa pun hasil tersebut. Masalah RMS dan Indonesia itu harus ada penyelesaiannya. Saya bukan pendukung perang karena perang akan menimbulkan kesengsaraan rakyat.


Seandainya pemerintah Indonesia menawarkan otonomi seperti yang terjadi di Aceh, apakah Anda akan menerimanya?
Apakah keadaan di Aceh lebih baik dengan adanya otonomi dari pemerintah pusat? Saya belum bisa memastikan kalau pemerintah Indonesia menawarkan hak yang sama dengan Aceh, apakah akan lebih baik dari tempo dulu sebelum adanya otonomi.


Apa yang Anda harapkan dari pemerintah Indonesia?
Bagaimana sikap RMS selanjutnya bergantung juga pada siapa yang menjadi presiden (Indonesia) saat itu. Saat ini baik, tapi saya tidak tahu bagaimana presiden selanjutnya. Ketika zaman Gus Dur (Presiden Abdurrahman Wahid--red) ada keterbukaan juga dari pemerintah RI.


Sumber:
http://www.anginselatan.com/2016/04/presiden-rms-biarkan-rakyat-maluku.html  | m.tempo.co

Irwandi Yusuf Minta Relawannya untuk Berhenti Bully Mualem, Mengenai Pernyataan Ekspor Ganja dan Babi ke Insvestor Asing

Tags
BANDA ACEH | Irwandi Yusuf, bakal calon Gubernur Aceh periode 2017-2022, meminta para relawannya untuk tidak lagi mem-bully Wakil Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem terkait penawaran ekspor babi dan ganja kepada para investor.

Surat kabar Harian Rakyat Aceh
Permintaan Irwandi Yusuf itu berupa seruan yang ditujukan langsung kepada seluruh relawannya agar tidak lagi membuat status atau mengomentari perihal ucapan Mualem tentang ekspor babi dan ganja itu.
“Kepada seluruh relawan pemenangan saya (dan Rakyat Aceh), agar STOP membuat status atau mengomentari perihal ucapan bercanda Wagub Aceh tentang ekspor babi dan ganja,” tulis Irwandi dilaman resmi facebooknya, Minggu 24 April 2016.

Menariknya, mantan orang No 1 di Aceh itu menyebutkan bahwa Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf menawarkan ekspor babi dan ganja hanya bersifat candaan dengan para investor.

“Mualem memang benar-benar sedang bercanda dengan investor,” sebut Irwandi lagi yang sarat akan maknanya.
Bahkan pendiri Partai PNA itu mengatakan bahwa selaku rakyat Aceh harus menghormati Wakil Gubernur sendiri dan tidak mem-bully-nya. “Kita tidak boleh mem-bully Wagub kita sendiri. Sebagai rakyat, kita harus menghormatinya,” ujar Irwandi.

 

Uniknya lagi, di akhir statusnya itu, Irwandi Yusuf menyetir tentang politik bersih seraya menyebutkan bahwa Mualem selaku peserta pilkada 2017 adalah kompetitornya dalam dunia politik.

“Sebagai peserta pilkada 2017, Mualem adalah kompetitor kita dalam Dunia Politik, namun politik kita adalah politik bersih dan santun serta menghargai perbedaan,” tutupnya.

Sebagaimana telah hangat diberitakan bahwa Mualem menawarkan ekspor babi dan ganja kepada para investor asal China, Hongkong, Jepang, Amerika dan Australia saat memberi sambutan pada temu ramah di Aula Pendopo Bupati Simeulue pada Kamis 21 April 2016, yang turut dihadiri unsur forkopimda, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemuda kabupaten Simeulue.

Pada kesempatan itu, Mualem juga mempersilahkan kepada negara-negara yang disebutkan diatas untuk mengelola ganja dan babi yang berada di Aceh dan Simeulue bila persoalan legalitas yang sedang digedok oleh Pemerintah Pusat terealisasi dengan melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya.

Mualem juga meyakinkan pihak investor dengan menyebutkan bahwa Aceh dan Simeulue merupakan wilayah yang paling cocok dan sangat berpotensi jika ditanami ganja, yang dapat dikelola menjadi bahan bermanfaat seperti obat-obatan. (
Kabar ACEH)
Surat kabar Harian Rakyat Aceh

Inilah 54 Nama Permainan Tradisional di Aceh yang Sebagiannya Hilang Dimakan Zaman

Tags
Banda Aceh | Sebanyak 54 nama olahraga dan permainan tradisional yang ada di Provinsi Aceh dirangkum oleh Drs. Asli Kesuma, salah seorang narasumber pada seminar Permainan Rakyat yang digelar di Banda Aceh, 3-4 September 2012 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh.


Peupok Gaseng
Ke-54 nama-nama olahraga dan permainan rakyat yang tumbuh dari 7 suku bangsa di Aceh (Aceh pesisir, Gayo, Alas, Melayu Tamiang, Jamee, Simeulue, dan Kluet) tersebut antara lain :


  1. Meuen Galah
  2. Geulayang Teunang
  3. Silat Pelintau
  4. Gatok (Katok)
  5. Lomba Perahu Tradisional
  6. Geudeue-Geudeue
  7. Panca
  8. Gasing
  9. Sipak Raga
  10. Galumbang
  11. Geunteut (Engrang)
  12. Patok Lele
  13. Sepangkal
  14. King-kingan
  15. Tempi
  16. Auh-auh
  17. Bebilun
  18. Cebunih
  19. Gegeli
  20. Merimueng-rimueng
  21. Menduwo
  22. Meukrueng-krueng
  23. Somsom Batee
  24. Meuheneb
  25. Nebang Kayu
  26. Leteb
  27. Lehong
  28. Daboih
  29. Nandong
  30. Jejorosen
  31. Berenep Empan
  32. Berkekuren
  33. Pacu Kude
  34. Bebaningen
  35. Kededes
  36. Asak-asakan
  37. Lelumpeten
  38. Kude Mandi
  39. Pangkal
  40. Dukung
  41. Gedung Skupang
  42. Pak Kemiri
  43. Terompah Bambu dan batok
  44. Beciken
  45. Rangkam
  46. Pepilo
  47. Cek Meng
  48. Cengkerek
  49. Teng-teng Iyek
  50. Berkekucingen
  51. Itik-itiken
  52. Merah Mege
  53. Inen Maskerning
  54. Atu Belah
Patok Lele










Beudee Trieng
Asli Kesuma meyakini masih banyak olahraga dan permainan rakyat yang belum terinventaris dan kepada peserta dia berharap agar segera melakukan pendataan sebelum hilang tergerus zaman modern.
Selain itu, dia juga menyatakan hanya sedikit dari olahraga dan permainan tersebut yang sudah mempunyai catatan tentang standar operasinal (SOP). “Mari kita data kembali nama-nama permainan rakyat tersebut dan melakukan pencatatan tentang cara atau aturan teknis permainannya,” himbau Asli Kesuma.
Menanggapi data tersebut, secara terpisah salah seorang peserta seminar yang menjabat sebagai Ketua Harian Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) Aceh Tengah menyatakan sudah melakukan pendataan permainan rakyat Gayo namun kedepan akan lebih intensif lagi.
“Kita sudah melakukan pendataan namun masih banyak yang belum terdata. Dalam waktu dekat ini kita akan data kembali permainan tradisional rakyat Gayo dan kita berharap mendapat dukungan dari semua pihak agar data tersebut dapat dibukukan dan dijadikan sebagai muatan lokal bagi siswa di Gayo,” ujar Khalisuddin.
Pengakuannya, FORMI Aceh Tengah yang terbentuk setahun lalu bekerjasama Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dengan sejumlah pihak termasuk media Lintas Gayo sudah melakukan berbagai upaya melestarikan permainan rakyat Gayo seperti menggelar lomba Gasing di Pegasing Aceh Tengah, pertunjukkan Ketibong di sungai Peusangan dan tahun 2012 ini dalam menyongsong Festival Danau Lut Tawar 2013 direncanakan akan menggelar sejumlah lomba permainan tradisional
“Dalam pendataan dan acara perlombaan permainan rakyat nantinya, kami berharap dukungan masyarakat Gayo untuk berpartisifasi serta memberikan informasi sebanyak-banyak,” harap Khalisuddin. (Supri Ariu) | lintasgayo.com
Geulayang Tunang











 





Tarek Cituk


Apit Awee


Meu'en cen

Beudee Thub






















PA Gunakan Mobil Dinas Pelat Merah untuk Kepentingan Partai

LANGSA | Pemerintah Kota Langsa diduga menyalahgunakan kewenangan karena meminjamkan mobil milik pemerintah untuk kepentingan salah satu partai. Kendaraan plat merah itu digunakan untuk mengangkut bendera Partai Aceh yang akan dipasang di sepanjang trotoar di ruas jalan utama Langsa, beberapa waktu lalu.

Foto |Kendaraan milik Pemko Langsa yang digunakan Partai Aceh.

"Mobil plat merah tersebut dibeli menggunakan uang rakyat. Mestinya mobil tersebut digunakan untuk kepentingan pemerintah. Bukan untuk kepentingan partai,” kata Direktur LBH Bening, Sukri Asma, Sabtu (23/4).

Menurut Sukri, tindakan ini jelas tidak pantas. Harusnya setiap pejabat tidak menggunakan wewenangnya untuk mengambil keuntungan dari fasilitas yang mereka terima oleh negara. Bila mobil dinas digunakan untuk kepentingan politik satu partai, maka pemerintah lalai karena mencampuradukkan kepentingan pemerintah dengan partai.

Menurutnya, perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut telah memberi edukasi politik yang keliru kepada masyarakat dengan memobilisasi kendaraan dinas. Seharusnya, kata Sukri, pemerintah bersikap netral dan tidak memihak.

Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Langsa Nursal Saputra membenarkan mobil bernomor polisi BL 8009 F tersebut milik pemerintah. Namun dirinya mengaku tidak tahu mobil tersebut digunakan untuk mengangkut bendera partai."Saya tidak tahu mobil itu dipergunakan untuk mengangkut bendera partai, karena mobil itu mereka pinjam melalui staf saya,” kata Nursal.[] (sumber |ajnn)


Bhineka Tunggal Ika Versus Lakumdinukum Waliyadin

BHINEKA TUNGGAL IKA VS LAKUMDINUKUM WALIYADIN

 

 

 

Dalam konsep Islam sebenarnya banyak sekali konsep saling menghormati antara yang berlainan bukan hanya dalam ayat “lakukumdinukum waliadin”. Tetapi disini saya hanya ingin mengomentari sedikit banyak kelemahan yang ada dalam konsep Kebhineka Tungala Ika seandainya kita memaknainya tanpa berpegang tenguh dengan konsep keyakinan kita. Sebab seandaain kita hanya sekedar melihat konsep ini maka secara tidak langsung akan menjadi kelemahan orang Islam dalam mengaplikasi segala macam bahtera kehidupan di negeri ini.

Mengapa saya berasumsi demikian? Ini semua didasarkan atas banyaknya kebersamaan dalam islam yang salah dipahami oleh orang islam itu sendiri, dimana seolah-olah kosep kebersamaan yang terkandung dalam islam itu tidak begitu bagus jika dibandingkan dengan konsep bhineka tunggal ika. Maaf disini saya bukan bermaksud menyalahkan konsep Bhineka Tunggal Ika, tetapi saya hanya ingin menekankan kepada para kaum muslimin untuk memahami konsep keberagaman dalam Islam itu sebagai fundamen dasar untuk memahami Bhineka Tunggal Ika. Toh jika sebagain besar umat islam mengabaikan konsep keberagaman dalam Islam dan lebih mengutamakan konsep kebhinekaaan ini akan menjadi batu lonjatan untuk menyalahkan berbagai kebudayaan Isalam yang ada di Indonesia.

Logikanya begini, jika kita lihat keberagaman budaya dari Sabang sampai Marauke, jadi hampir tidak ada konsep budaya bangsa kita yang mengunakan pakaian koko, dan berbusana muslim, sehingga boleh jadi suatu masa nanti orang yang anti dengan islam akan menghembuskan jika pakaian koko dan pakaian muslimah merupakan budaya arab yang harus kita berantas, karena kalau kita masih menggunakan pakaian tersebut berarti menunjukkan jika kita masih di jajah oleh bangsa Arab. Apakah ini tidak menyebabkan jika suatu hari nanti masyarakat akan beropini jika agama itu cuman sebatas budaya. Kalau memang pernyataan saya ini agak berlebihan, coba buktikan sendiri berapa banyak pemuda-pemudi Islam yang mengetahui dan menjalankan ajaran islam dengan benar di zaman sekarang? Jawablah dengan jujur

Sekali lagi disini saya bukan menyalahkan konsep Bhineka Tunggal Ika, tetapi ini semua di ilhami oleh gambaran kehidupan orang Islam sekarang yang terlalu bebas memaknai konsep kebersamaan dan toleransi, sehingga sebagian orang Islam yang kurang memiliki pengetahuan tentang Islam akan mudah tergelincir dengan sendirinya kadalam kosep kebersamaan untuk membenarkan semua agama untuk diikuti. Selain itu kita melihat banyak sekali sekarang orang Islam sendiri yang menentang tentang pelaksanaan syaraiat Islam di Aceh dengan isu HAM, gender dan Indonesia bukan negara agama tetapi negara Pancasila.
 
Padahal mereka sendiri tidak tahu bagaimana konsep HAM dan gender dalam Islam. Bahkan mereka sendiri menafikan apa yang pernah diraih oleh Aceh pada massa syariat Islam ditetapkan sebagai undang-undang pemerintahan mereka, apakah mereka tidak tau jika di Aceh pada masa itu pernah diperintah oleh sultanah, dan salah seorang panglima angkatan lautnya adalah perempuan. jadi alasan apa yang mendasari mereka yang notabenenya Islam juga dengan mengatakan jika syariat Islam di Aceh akan menghambat gender, dan gender bagaimana sih yang mereka maksudkan? Apakah gender yang membolehkan wanita digunakan sebagai alat menjual produk (sebagai penarik iklan dari suatu product)? Mereka tidak sadar jika mereka sendiri telah melanggar konsep bhineka tunggal ika karena memprotes pelaksanaan syariat di Aceh, jadi apakah karana syariat islam yang diterapkan di Aceh dianggap bukan bagian budaya Indonesia (budaya orang Arab) sehingga mereka bisa memprotes nya dengan anggapan menyalahi Bhineka Tunggal Ika?

Inilah yang menjadi dasar penulisan saya ini, dengan mengajak semua orang Islam untuk lebih memahami kosep islam dengan sempurna sebagai fondasi dasar untuk mengaplikasikan kosep kebhinekaan, sehingga kita tetap akan memaknai dan mengaplikasikan kosep Bhineka Tunggal Ika tersebut sesuai seperti yang di inginkan oleh pencutusnya yang hampir kesemuaannya orang Islam.
 

Minggu, 24 April 2016

Hubungan Sejarah Kluet dengan Kerajaan Laut Bangko, Seakan Tenggelam dalam Sejarah

KABUPATEN Aceh Selatan dengan ibukotanya Tapaktuan merupakan salah satu kota sejarah di Provinsi Aceh. Banyak situs budaya yang layak dijadikan objek wisata islami di daerah itu. Sayangnya, semua terkesan ‘tenggelam’ atau hilang seiring waktu.

Masjid Tuo Pulo Kambing, diperkirakan sudah berumur ratusan tahun
Tak hanya objek wisata, sejumlah suku, bahasa, termasuk wilayah pun terkesan dilupakan. Sebut saja di antaranya suku dan wilayah Kluet. Suku Kluet merupakan satu di antara dua suku lainnya—Aceh dan Aneuk Jamee—yang hidup di wilayah Aceh Selatan. Suku ini umumnya terdapat di wilayah Kluet Utara, Kluet Timur, Kluet Tengah, dan Kluet Selatan. 

Sejarah Kluet http://acehabad.blogspot.com/2016/04/hubungan-sejarah-kluet-dengan-kerajaan.html

Menurut sejumlah literatur, kajian sejarah Kluet sangat erat kaitannya dengan Kerajaan Laut Bangko (Bukhari RA, dkk., 2008:11). Laut Bangko dulunya merupakan sebuah danau mini yang berlokasi di tengah hutan Taman Nasional Gunung Leuser, bagian barat, yang berbatasan dengan Kecamatan Bakongan dan Kecamatan Kluet Timur, saat ini. 


Dikisahkan bahwa Kerajaan Laut Bangko ini pernah megah tempoe doeloe. Raja yang terakhir yang sempat memimpin kerajaan tersebut, menurut Bukhari, dkk (2008:12) bernama Malinda dengan permaisuri Rindi. Setelah rajanya meninggal, daerah ini tenggelam kala banjir besar melanda. 

Penduduknya kemudian berusaha mencari daratan baru, sebagain ke Tanah Batak, sebagian ke Singkil, sebagian ada yang masih tetap pada lokasi semula dengan mencari dataran tinggi yang baru. Dari sini kemudian timbul pendapat terjadinya kemiripan bahasa antara bahasa Kluet dengan bahasa Batak, bahasa Alas, bahasa Karo, dan bahasa Singkil. 

Sumber sejarah lisan (folklor) lainnya menyebutkan bahwa saat berkecamuk perang dahsyat di Aceh, ada sebuah komunitas masyarakat kala itu yang terpecah-pecah akibat menyelamatkan diri. Ada yang lari ke wilayah Kerajaan Kecil Chik Kilat Fajar di selatan Aceh, ada yang melarikan diri ke pedalaman-pedalaman lainnya dalam wilayah yang sama. Yang berada di wilayah Chik Kilat Fajar kemudian membuka komunitas sendiri, yaitu di kaki gunung Kalambaloh. Sedangkan di wilayah lainnya, juga membuat komunitas sendiri pula sehingga masih terdapat kemiripan bahasa antara yang berada di wilayah selatan Aceh (Chik Kilat Fajar) dengan beberapa wilayah lainnya seperti Singkil, dan Tanoh Alas, termasuk Sumatera Utara. 

Terlepas dari sejarah yang sulit ditemukan kekonkretannya itu, wilayah Kluet tetap dikaui sebagai satu kesatuan dalam Kabupaten Aceh Selatan. Pengakuan ini sejak daerah tingkat II Aceh Selatan masih tersebar hingga ke Singki, Subulussalam, dan Aceh Barat Daya. Hanya saja, mulanya Kluet masa itu dua wilayah saja, yakni Kluet Utara dan Kluet Selatan. Kluet Utara beribukotakan Kotafajar dan Kluet Selatan ibukotanya Kandang. Seiring maraknya gejolak pemekaran di Aceh, tepatnya sejak Aceh memperoleh status Otonomi Khusus dan diperkuat oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), wilayah Kluet pun pecah menjadi lima: Kluet Utara (Kotafajar), Kluet Selatan (Kandang), Kluet Tengah (Menggamat), Kluet Timur (Duriankawan), dan Kluet Barat (Pasieraja). 

Ironis, pemekarana wilayah ini ternyata menimbulkan konflik baru di wilayah Kluet. Pasieraja misalnya, karena tidak ada masyarakat Pasieraja yang berbahasa ibu bahasa Kluet, orang-orang di sini terkesan tidak mengakui wilayahnya sebagai wilayah Kluet. Bahkan, sempat tersebar isu, jika dipaksakan wilayah Pasieraja dengan nama Kluet Barat, masyarakat di sini akan minta wilayahnya dimasukkan ke Kecamatan Tapaktuan saja. Karena itu, plang nama kantor camat wilayah ini dengan jelas ditulis “Camat Kecamatan Pasieraja”, bukan “Camat Kecamatan Kluet Barat dengan Ibukota Pasieraja”. Singkatnya, pecah wilayah Kluet, pecahkan pula masyarakatnya, kendati tidak sampai menimbulkan perang berdarah. 


Adat dan Budaya 

Sebenarnya, Kluet memiliki adat dan budaya yang heterogen. Hal ini karena wilayah tersebut didiami tiga suku: Kluet, Aceh, dan Aneuk Jamee. Tentu saja ini kekayaan tersendiri bagi masyarakat Kluet jika mereka mau bersatu-padu. 

Namun, ternyata keberagaman kebudayaan ini pula yang menyebabkan perpecahan di antara masyarakat Kluet. Mereka yang berbahasa ibu bahasa Aceh seakan tidak mau disebut sebagai orang Kluet. Sebaliknya, mereka yang berbahasa ibu bahasa Kluet enggan disebut sebagai bagian dari Aceh. Inilah yang terjadi saat ini. Tidak seperti zaman dahulu, semuanya bersatu dalam bingkai kerjaan kecil, Chik Kilat Fajar. Terlepas dari perpecahan internal itu, Kluet memiliki sejumlah adat dan budaya yang masih lestari. Adat dan budaya itu bertunas dan tumbuh dalam kearifan masyarakatnya secara umum. Adat istiadat tersebut terus kontinyu turun temurun. 

Hal ini dapat dilihat pada prosesi perkawinan, sunat rasul, kematian, pengobatan, dan sebagainya. Bahkan, karena mata pencaharian masyarakat Kluet secara umum adalah bertani, adat turun ke sawah pun dimiliki masyarakat di sana yang mirip pula seperti adat meublang dalam kearifan Aceh secara luas. 

Sastra Tutur 


Selain itu, sejumlah sastra lisan pun masih hidup dan berkembang dalam komunitas ini. Sebut saja kebiasaan bersyair saat pesta perkawinan. Dikenal dua macam syair dalam kearifan masyarakat Kluet: syair meubobo dan syair meukato. Syair mebobo biasanya digunakan oleh rombongan pengantar pengantin laki-laki (linto baro). Sedangkan syair meukato, merupakan pantun yang berbalas-balas antara rombongan mempelai laki dan rombongan mempelai perempuan. Syair mebobo juga kerap digunakan saat melepas anak pergi ke rantau atau saat sunat rasul. 

Kebiasaan ini masih hidup dalam masyarakat Kluet hingga sekarang. Hanya saja, tidak semua orang dapat memainkan kedua syair tersebut. Butuh kemahiran tersendiri untuk melantunkan. Pemain syair ini serupa trobadur. Kecuali itu, sastra lisan yang juga masih berkembang dalam masyarakat Kluet hingga saat ini adalah peribahasa. Peribahasa dalam bahasa Kluet disampaikan dengan dialek masing-masing daerah. Saat ini ditemukan tiga dialek bahasa Kluet, yakni dilek Menggamat, dialek Payadapur, dan dialek Krueng Kluet. Dalam masyarakat ini berlaku juga mitos-mitos semisal meurampot—disamun makhluk halus. 

Namun demikian, nilai-nilai keislaman juga masih kokoh di sana, di samping nilai gotong royong dan sliaturrahmi. 

Karena itu, sangat disayangkan jika daerah ini kemudian terkesan abai dari perhatian pemerintah. Apalagi, di tengah kecamuk internal dalam masyarakat itu sendiri. 
(kompasiana.com)

 

[Herman RN, berasal dari Kluet, Aceh Selatan]